Koordinasi STRANAS-PK 2025-2026 Antara Kementerian PU dengan Tim Ahli Stranas PK dari Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring, Komisi Pemberantasan Korupsi
Jakarta, 17 Maret 2025 – Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum (Itjen Kementerian PU) menggelar rapat koordinasi dengan seluruh Unit Kepatuhan Intern di Kementerian PU. Rapat ini turut dihadiri oleh Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dari Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang bertindak sebagai Koordinator Pelaksana Stranas PK, untuk membahas Aksi Penguatan Sistem Penanganan Perkara Pidana dan Benturan Kepentingan. Acara yang berlangsung di Ruang Rapat Inspektorat Jenderal, Gedung Utama Lantai 14, pada Senin, 17 Maret 2025. Hadir dalam pertemuan tersebut Inspektur VI Inspektorat Jenderal, dua orang Tim Ahli Stranas PK, serta 28 orang peserta yang berasal dari Inspektorat Jenderal dan perwakilan Unit Kepatuhan Intern Kementerian PU.
Inspektur VI, Moch. Yusuf Hariagung, membuka pertemuan secara resmi. Selanjutnya, tenaga ahli Stranas PK, Frida, memberikan penjelasan terkait fokus utama pembahasan. Frida menyampaikan, “Fokus pembahasan yang ingin didengarkan oleh Tim Stranas PK adalah Pengembangan Sistem Konflik Kepentingan atau Conflict of Interest (CoI)”. Ditambahkan Frida, “Kementerian PU dapat mengembangkan CoI ini dengan menerapkan Deklarasi Konflik Kepentingan. Deklarasi konflik kepentingan itu ada 2 jenis, pertama deklarasi yang sifatnya profiling, yaitu ketika naik jabatan, disitu kita deklarasikan bahwa saya punya saudara sekian, atau hubungan saudara itu juga dapat dilihat seperti apa”.
Sebagai contoh, Frida menuturkan pengalaman Stranas PK dalam memfasilitasi pengembangan CoI di Mahkamah Agung (MA). “Deklarasi profiling itu sampai menjelaskan si pejabat MA memiliki atau menjadi member klub olahraga seperti klub golf di daerah mana atau klub badminton di mana, itu semua dideklarasikan. Atau kondisi lainnya, misal sudah menjabat lama tetapi baru saja menikahkan anaknya, di sini ada keluarga besan baru yang selanjutnya dideklarasikan juga seluruh keluarga besannya.”
Frida juga menjelaskan bahwa batasan konflik kepentingan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu aspek etika dan transaksi. Jika terjadi pelanggaran etika, maka sudah termasuk dalam ranah konflik kepentingan. Apabila terdapat transaksi seperti pertukaran uang atau fasilitas, maka hal tersebut masuk dalam kategori pelanggaran yang lebih serius.
Saat ini, menurut Frida, belum ada praktik terbaik dalam deklarasi konflik kepentingan di tingkat nasional. Meskipun sebagian besar kementerian dan lembaga telah memiliki peraturan terkait, banyak yang belum memiliki sistem deklarasi yang terdokumentasi dengan baik. Oleh karena itu, Stranas PK akan memfasilitasi sesi berbagi pengalaman dengan kementerian atau lembaga lain yang telah memiliki sistem pengelolaan CoI yang lebih baik.
Menanggapi penjelasan tersebut, Yusuf menyampaikan bahwa Kementerian PU telah menerapkan sistem Penilaian Penerapan Manajemen Risiko (MR) di berbagai tingkatan mulai dari pusat hingga unit kerja. Di tingkat balai/unit kerja, UKI berperan sebagai penilai, sementara di tingkat organisasi, penilaian dilakukan oleh Inspektur Bidang selaku pembina MR. Yusuf menambahkan bahwa dalam penilaian penerapan MR akan ditambahkan aspek risiko benturan kepentingan, khususnya dalam sub
Kementerian PU telah menggunakan sistem informasi Manajemen Risiko (eMR), yang memudahkan setiap unit kerja dalam menginput data terkait MR, termasuk pembuatan profil risiko. Inspektorat Jenderal bertanggung jawab dalam menilai penerapan MR, sementara pelaksanaan MR dikelola oleh Sekretariat Jenderal, yaitu Biro Keuangan, Biro PKALN, dan BPIW.
Dalam sesi penutupan, Yusuf menyampaikan kesimpulan dari rapat tersebut. “Sebelumnya kami semua bertanya-tanya, sebenarnya mau diapakan benturan kepentingan yang sudah ada di Kementerian PU? Setelah pembahasan selama kurang lebih satu jam ini, sudah terbuka wawasan kami di Kementerian PU tentang apa itu Benturan Kepentingan, bagaimana menyusun profil benturan kepentingan, serta bagaimana cara deklarasinya.”
Yusuf juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam pengelolaan konflik kepentingan. Salah satu solusi yang dibahas adalah penggunaan platform digital seperti Google Drive sebagai langkah awal sebelum sistem aplikasi CoI dikembangkan secara khusus. Digitalisasi diharapkan dapat membantu dokumentasi dan rekaman informasi secara lebih sistematis.
Sebagai langkah selanjutnya, Yusuf menegaskan bahwa Kementerian PU akan mengupayakan penyusunan pedoman penanganan benturan kepentingan secara bertahap. “Ke depan akan diupayakan secara bertahap penanganan benturan kepentingan ini. Pedomannya akan diselesaikan terlebih dahulu, lalu sistem informasi atau digitalisasinya dikembangkan secara paralel, dan kemudian implementasinya dilakukan.”
Yusuf menambahkan bahwa setelah pedoman disusun, akan dilakukan sosialisasi kepada seluruh unit kerja. Selanjutnya, pelaksanaan deklarasi konflik kepentingan akan terus dipantau untuk memastikan efektivitasnya dalam mendukung upaya pencegahan korupsi di lingkungan Kementerian PU. (ASN)
“
.
”