DISKUSI PELAKSANAAN PROBITY AUDIT PROYEK STRATEGIS ANTARA INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PUPR DENGAN INSPEKTORAT KOTA DEPOK
Jakarta (29/09), Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menerima kunjungan dari Inspektorat Kota Depok dalam rangka diskusi tentang pelaksanaan probity audit. Diskusi berlangsung di Ruang Rapat Inspektorat Jenderal Lt. 14. Dalam pertemuan tersebut, Inspektorat Kota Depok diwakili oleh Inspektur Pembantu Wilayah III (Irban Wil III), Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan, 3 (tiga) orang Auditor Muda, 2 (dua) orang Pengaawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah (PPUPD), dan 2 (dua) orang dari Sekretariat Inspektorat Kota Depok. Sementara itu, dari Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR hadiri Sekretaris Inspektorat Jenderal, Inspektur I, Kepala Bagian Pemantauan dan Evaluasi Tindak Lanjut Hasil Pengawasan, serta perwakilan Auditor dari Inspektorat I. Kunjungan ini bertujuan untuk memperkuat silaturahmi antar Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sekaligus saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait pelaksanaan Probity Audit.
Menurut Irban Wil III yang membidangi Infrastruktur, Adhy Parayudha, tujuan kedatangan Tim Inspektorat Kota Depok tidak hanya bersilatuhrahmi sesama APIP, tetapi juga untuk bediskusi terkait pengalaman dalam menerapkan Pelaksanaan Probity Audit di Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, dan diharapkan diskusi ini dapat menjadi kanal diskusi atau konsultasi kami (Inspektorat Kota Depok) dengan Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR. Adhy menjelaskan bahwa, “Tugas-tugas pada Irban Wil III, bayak terkait dengan Dinas PUPR, Dinas Perhubungan, Dinas Penataan Ruang dan Permukiman, dan Dinas Lingkungan Hidup, serta mandatori dari KPK, karena selain tugas-tugas PKPT yang sudah direncanakan setiap tahun, tugas mandatory ini cukup banyak dan dapat berulang setiap tahunnya bahkan dapat bertambah, salah satu contohya yaitu Kegiatan Probity Audit”.
Selanjutnya, Adhy menjelaskan sejarah dan proses probity audit yang selama ini dilakukan, bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, probity audit di Inspektorat Kota Depok tidak pernah berjalan walaupun telah mengirimkan konfirmasi kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Rata-rata, OPD enggan meminta dilakukan probity audit. Namun, sekitar 4 tahun yang lalu, KPK mengeluarkan mandat bahwa setiap daerah wajib melaporkan kegiatan probity audit melalui Keputusan Walikota Depok terhadap kegiatan strategis. Keputusan ini memberikan sedikit paksaan kepada OPD untuk dilakukan probity audit oleh Inspektorat Kota Depok.
Dalam diskusi ini, Adhy menjelaskan bahwa probity audit dilakukan melalui tinjauan terhadap Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada 10 paket kegiatan dengan nilai terbesar di tingkat kota, kemudian dilanjutkan probity Audit pada 5 kegiatan strategis kota dengan nilai terbesar. Ia menambahkan bahwa selama empat tahun dalam melakukan probity audit, mengacu pada Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Diharapkan, diskusi ini dapat memberikan masukan untuk memaksimalkan pelaksanaan kegiatan probity audit di Inspektorat Kota Depok.
Sekretaris Inspektorat Jenderal (Ses. Itjen), Bimo Adi Nursanthyasto, menanggapi “Kita perlu menyamakan persepsi sebenarnya apa sih permasalahan yang ada di lingkungan Inspektorat Kota Depok”. Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR telah merubah cara berfikir dalam melaksanakan kegiatan AREP, dari semula watchdog menjadi mitra strategis guna membina para pelaksana kegiatan di tingkat unit organisasi sampai unit kerja. Bimo menjelaskan bahwa saat ini, Itjen PUPR tidak lagi melakukan Post Audit yang menjadi PKPT setiap tahunnya, tetapi lebih banyak melakukan Probity Audit. Probity Audit di Inspektorat Jenderal telah bertransformasi menjadi pendampingan, dengan prinsip-prinsip yang sama dengan pendampingan. Hal ini, bertujuan untuk mengurangi kekhawatiran auditi saat mendengar istilah “audit”. Pendampingan dilakukan berdasarkan prioritas, yang berasal materi pengaduan, direktif yang diperintahkan oleh pimpinan organisasi, pimpinan lembaga, presiden atau memang sudah menjadi risiko proses bisnis yang menjadi prioritas pelaksanaan AREP di Inspektorat Jenderal seperti G20 di Bali, World Water Form di Mandalika, Program Satu Juta Rumah dan lain sebagainya.
Meri Gustian, Koordinator Pengawasan Wilayah Kalimantan dan Sulawesi Inspektorat I, Inspektorat Jenderal PUPR menambahkan, bahwa dalam proses pendampingan, juga dilakukan pemaparan kepada pelaksana kegiatan serta pembina pelaksana kegiatan di direktorat pusat. Rujukan yang digunakan dalam proses ini adalah peraturan LKPP yang kemudian diubah/diterjemahkan menjadi kelengkapan dokumen. Sedari awal Tim Pendampingan sudah menjadwalkan diskusi bersama, penyampaian dokumen, dan menyampaikan hasil-hasil telaah atas dokumen yang telah diserahkan.
Ditambahkan oleh Auditor Madya Itjen PUPR, Januar Taufik, bahwa dalam melaksanakan pendampingan mengacu pada Surat Edaran Inspektur Jenderal yang berisi alur pelaksanaan, sesuai Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pendampingan dimulai dari tahap pelelangan sampai dengan PHO (Provisional Handover). Dalam melakukan pendampingan memastikan bahwa setiap tahapan telah diperiksa dan tidak memiliki risiko terjadinya fraud. Lebih lanjut Januar menjelaskan bahwa hasil dari pelaksanaan pendampingan oleh Inspektorat Jenderal tidak menunjukan temuan signifikan setelah diperiksa oleh BPKP atau BPK.
Adhy berharap agar Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR dapat bekerja sama untuk melakukan joint audit terkait pelaksanaan probity audit di Kota Depok. (ASN)
“
-
”