Memahami Perubahan Konsep SMKK
Zuni Asih Nurhidayati
Adanya perubahan ketentuan yang mengatur mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) bermula sejak Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja muncul dan mengamanatkan Pemerintah Pusat untuk bertanggung jawab atas terselenggaranya Jasa Konstruksi yang sesuai dengan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan (K4). Ruang lingkup dalam K4 tersebut paling sedikit meliputi mutu bahan, mutu peralatan, K3, prosedur pelaksanaan dan mutu hasil pelaksanaan Jasa Konstruksi, operasional dan pemeliharaan, perlindungan sosial tenaga kerja serta pengelolaan lingkungan hidup.
Apabila kita bandingkan dengan ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2019, tahapan penerapan dan pembagian risikonya masih sama. Perbedaan utamanya nyata terlihat pada ketentuan yang membahas mengenai:
Lingkup Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi – Penjelasan ruang lingkup gabungan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi Konstruksi.
Analisis Keselamatan Konstruksi (AKK) – Adanya metode untuk melakukan identifikasi dan mengendalikan bahaya berdasarkan rangkaian pekerjaan yang tercantum dalam metode pelaksanaan kerja.
Jaminan Keselamatan – Penjelasan mengenai penjaminan keselamatan pada bangunan dan asset konstruksi, peralatan dan material, objek keselamatan, tenaga kerja konstruksi, supplier, masyarakat sekitar proyek, lingkungan kerja dan lingkungan terdampak proyek.
Dokumen SMKK – Adanya penjelasan yang rinci mengenai dokumen SMKK yang terdiri dari Rancangan Konseptual SMKK, RKK, RMPK, Program Mutu, RKPPL dan RMLLP serta dilengkapi dengan standar pemeriksaan dan pengujian. Sebagai informasi, Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKPPL) dan Rencana Manajemen Lalu Lintas Pekerjaan (RMLLP) pada ketentuan kali ini dibahas rinci dan jelas.
Pekerjaan yang bersifat Khusus – Pekerjaan yang wajib dilengkapi dengan AKK seperti pekerjaan konstruksi pada waktu malam hari, yang berada di ketinggian 1,8m, pekerjaan konstruksi yang menggunakan perancah, pekerjaan penggalian, serta bertegangan listrik.
Biaya Penerapan SMKK – Terdiri atas dua lingkup yaitu biaya untuk pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi.
Selain itu, hal pokok lainnya yang menarik untuk dipahami lebih lanjut adalah penjelasan mengenai kategori risiko keselamatan konstruksi yang terdiri dari:
1. Risiko Keselamatan Besar
Kategori ini mencakup pekerjaan konstruksi yang bersifat berbahaya tinggi oleh Pengguna Jasa, nilai HPS diatas 100M, mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 100 orang, menggunakan peralatan berupa pesawat angkat, menggunakan metode peledakan dan teknologi tinggi.
2. Risiko Keselamatan Sedang
Kategori ini mencakup pekerjaan konstruksi yang berbahaya sedang oleh Pengguna Jasa, nilai HPS diatas 10M sampai dengan 100M, mempekerjakan tenaga kerja yang berjumlah 25 s.d 100 orang dan menggunakan teknologi madya.
3. Risiko Keselamatan Kecil
Kategori ini bersifat berbahaya rendah oleh Pengguna Jasa, nilai HPS sampai dengan 10M, mempekerjakan tenaga kerja yang berjumlah kurang dari 25 orang dan menggunakan teknologi sederhana.
Tentunya budaya sadar risiko ini merupakan hal fundamental yang perlu dipahami dan dimitigasi dalam rangka mewujudkan keberlanjutan konstruksi yang aman dan selamat di masa depan.
Pustaka
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK)
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja