Mengenal Balanced Scorecard
siti maisyah
Balanced Scorecard (BSC) sebelumnya biasa digunakan dalam perusahaan swasta untuk merencanakan, menilai serta mengevaluasi kinerjanya, saat ini banyak juga digunakan dalam pengukuran kinerja Instansi Pemerintah. Penilaian kinerja tidak lagi hanya dilihat dari output yang dihasilkan, tetapi juga pada outcome yang diberikan. Dengan demikian, instansi pemerintah harus bisa memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Lebih lanjut, kinerja instansi pemerintah akan berimplikasi pada anggaran yang akan diterimanya. Hal ini disebabkan dalam sistem penganggaran berbasis kinerja yang saat ini mulai dirintis oleh Kementerian Keuangan, alokasi APBN yang diberikan kepada instansi pemerintah akan dilakukan dengan dasar kinerja, tidak lagi atas dasar kebutuhan.
BSC dikembangkan oleh Drs. Robert Kaplan dan David Norton dari Harvard Business School pada awal tahun 1990. BSC merupakan suatu metode pengukuran hasil kerja yang digunakan perusahaan atau instansi melalui kartu skor yang hendak diwujudkan manajemen di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya (Kaplan & Norton, 1996). Hal tersebut kemudian dimanfaatkan untuk menunjukkan bahwa kinerja manajemen diukur secara komprehensif, koheren, berimbang dan terukur dari dua perspektif, keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Tercapainya target keuangan yang strategis mampu meningkatkan stakeholder value yang akan mudah dicapai oleh instansi jika memiliki karyawan dengan kemampuan yang tepat serta sikap yang baik serta mampu melaksanakan strategic business process.
Kaplan & Norton (1996) juga menekankan Four Process Managing Strategy dalam mengukur kinerja organisasi menggunakan BSC yaitu:
1. Perspektif Keuangan
Ukuran keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi instansi memberikan perbaikan atau tidak bagi peningkatan kinerja instansi. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus bisnis. Pengukuran kinerja keuangan digunakan untuk menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan serta strategi memberikan perbaikan mendasar. Kunci utama dalam perspektif keuangan ini adalah tren pertumbuhan anggaran dan economic value-added.
2. Perspektif Pelanggan
Organisasi perlu terlebih dahulu menentukan segmen masyarakat yang menjadi target penerima manfaat sehingga dalam hal menyediakan jasa layanan dapat memenuhi harapan masyarakat. Organisasi harus mempunyai kebijakan corporate yang fokus pada pelanggan dan perlu diterjemahkan secara spesifik, misalnya; time, quality, performance and service, market share stakeholders, serta cost.
3. Perspektif Internal Bisnis
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan organisasi memberi value proposition yang mampu memberikan pelayanan yang lebih baik lagi dan memuaskan penerima manfaat.
Perspektif proses bisnis internal terdiri atas:
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Tujuan dalam perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya tiga persepektif sebelumnya. Penting bagi organisasi saat melakukan investasi tidak hanya fokus pada peralatan untuk menghasilkan produk atau jasa, namun juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur.
Ukuran yang dapat digunakan dalam hal ini antara lain motivasi, kesempatan pengembangan diri, inovasi, suasana banyaknya saran yang diberikan oleh pegawai dalam pekerjaan, dan lainnya.
Singkat kata, salah satu kunci keberhasilan penerapan BSC akan terlihat dengan adanya dukungan penuh dari setiap lapisan manajemen yang ada dan tidak hanya berfungsi sebagai laporan, namun benar-benar cerminan dari sebuah strategi dan visi organisasi.
Pustaka
Kaplan, R.S., Norton, D.P., (1996). Using the balanced scorecard as strategic management system. Harvard Business Review 74 (1), 75-85.