Independensi dan Objektivitas APIP

Zulfa Oktafiani

Independensi dan objektivitas termasuk salah satu standar atribut dalam Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI). Independensi lebih menekankan pada aktivitas pengawasan intern yang berarti bebas dari situasi yang dapat mengancam kemampuan APIP untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara yang tidak bias. Sementara itu, objektivitas menekankan pada sikap seorang auditor dalam melaksanakan pengawasan yaitu sikap mental yang harus dipertahankan oleh auditor dalam melakukan audit dan auditor tidak boleh membiarkan pertimbangan auditnya mendapat pengaruh dari pihak lain.

Untuk menciptakan suatu independensi yang efektif, pimpinan APIP sebagai Auditor Intern turut bertanggung jawab kepada pimpinan K/L/D dan memperoleh dukungan atas pelaksanaan kegiatan pengawasan intern. Dukungan dari pimpinan K/L/D dapat berupa hal-hal sebagai berikut.

  1. Persetujuan piagam pengawasan intern;
  2. Persetujuan rencana pengawasan berbasis risiko;
  3. Persetujuan anggaran pengawasan dan rencana sumber daya;
  4. Penerimaan komunikasi dari pimpinan unit APIP atas kinerja aktivitas pengawasan; dan
  5. Permintaan penjelasan kepada pimpinan K/L/D dan/atau pimpinan unit organisasi, serta pimpinan APIP untuk menentukan apakah terdapat pembatasan ruang lingkup atau sumber daya yang tidak tepat.

Bagi APIP yang memiliki atau akan memiliki peran dan/atau tanggung jawab di luar tugas dan fungsi pengawasan intern, harus dibuatkan metode pengendalian seperti evaluasi jalur pelaporan dan pertanggungjawaban secara periodik, serta mengembangkan mekanisme alternatif untuk mendapatkan asurans terkait peran dan tanggung jawab tambahan tersebut guna membatasi pelemahan independensi dan objektivitas.

Peraturan AAIPI Nomor PER-01/AAIPI/DPN/2021 juga menjelaskan bahwa seorang auditor intern harus memiliki sikap netral dan tidak bias, serta senantiasa menghindarkan diri dari kemungkinan timbulnya benturan kepentingan. Benturan kepentingan adalah suatu kondisi ketika auditor intern memiliki kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kepentingan profesional dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat mengganggu objektivitas auditor. Bahkan benturan kepentingan berpotensi menimbulkan perilaku tidak pantas yang dapat merusak kepercayaan kepada auditor dan organisasi.

Dalam praktiknya, apabila terjadi upaya pelemahan terhadap independensi dan objektivitas seperti benturan kepentingan personal, pembatasan ruang lingkup, pembatasan akses terhadap catatan, personil, dan properti, serta pembatasan sumber daya, hal tersebut harus diungkapkan kepada pimpinan K/L/D dan Komite Audit.

Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pelemahan terhadap independensi dan objektivitas sebagai berikut.

  1. Seorang auditor intern harus menolak untuk melaksanakan penugasan assurance yang sebelumnya pernah menjadi tanggung jawabnya, hal ini dikarenakan mampu membuat objektivitas auditor intern menjadi melemah.
  2. Apabila terdapat penungasan yang dilakukan terhadap aktivitas dan/atau unit kerja yang pernah menjadi tanggung jawab Pimpinan APIP, maka atas pelaksanaan penugasan tersebut harus diawasi oleh pihak lain di luar APIP.
  3. APIP dapat memberikan jasa asurans terhadap suatu unit kerja meskipun sebelumnya telah melaksanakan jasa konsultansi, dengan syarat pelaksanaan kegiatan konsultansi tersebut tidak mengganggu objektivitas. Jika ternyata terdapat pelemahan objektivitas individual, maka harus dilakukan pengaturan penugasan auditor intern. Meskipun demikian, auditor intern dapat memberikan jasa konsultansi terhadap kegiatan yang sebelumnya pernah menjadi tanggung jawabnya. Jika auditor intern memiliki potensi yang dapat melemahkan independensi atau objektivitas pada penugasan jasa konsultansi yang diusulkan, hal tersebut harus diungkapkan sebelum penugasan diterima.

 

Pustaka:

Peraturan AAIPI Nomor PER-01/AAIPI/DPN/2021 Tentang Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI)